KENAPA HARUS MENIKAH, KALAU AKHIRNYA HARUS BERCERAI
Mau
tahu seperti apa, yuk cek kelengkapannya...
Saya
akan memulai dari pendapat Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Belum lama
ini, tepatnya di Maret 2016 berdasarkan pemberitaan beberapa media yang ada di
Indonesia. Ibu Menteri pernah menyatakan bahwa perceraian di Indonesia kenapa
tinggi, itu karena salah satu faktornya beda afiliasi politik antara suami dan
istri. Tahu nggak berapa angka yang disebutkan, angka gugat cerai berada di
kisaran 60-70 persen, dan itu dilakukan istri terhadap suami loh. Pemicunya ya,
beda income. Pendapatan suami yang berada di bawah istri. Nah, loh....
Lima
tahun terakhir saja, Kementrian Agama mendapatkan temuan loh guys. Temuan ini
mengenai tren cerai gugat masyarakat di Indonesia yang didapatkan dari hasil
penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Kementrian
Agama.
Nih
bayangkan, dari 2 juta pasangan menikah, sebanyak 15-20 persen bercerai. Artinya
dalam setiap pernikahan yang berlangsung sebanyak 2 juta pasangan ada 300-400
ribu pasangan yang bercerai. Alamak..... ngeri sekali...
Di
tahun 2010, tercatat angka perceraian sebanyak 251.208 kasus. Nah, di 2014 saja
sudah mencapai 382.231, ini artinya perceraian ada kenaikan 131.023. Wah..
wah.. kirain hanya sembako saja yang bisa naik, perceraian juga. Semoga bukan
kita ya guys.
Republika.co.id
sendiri pernah memberitakan tentang 3 Provinsi paling tinggi angka perceraian. Pastinya
kota-kota besar ini merupakan daerah yang paling banyak jumlah penduduknya,
dengan berbagai jenis profesi pekerjaan.
Ini
juga sebuah gambaran tinggi angka pernikahan di suatu wilayah yang ternyata
juga angka perceraian di kota besar itupun tergolong tinggi dan cenderung
mengalami kenaikan. Kok bisa? berdasarkan Badan Peradilan Agama (Badilag)
Mahkamah Agung RI, Jawa Timur mendudukin peringkat tertinggi dalam angka
perceraian.
Refleksi pada
tahun 2013, angka perceraian di sana sebanyak 83.201 perkara. Lalu, pada 2014
naik menjadi 87.473. kemudian, pada 2015 87.241 ini mengalami penurunan, meski
sedikit. Nah, hingga September 2016 angka perceraian di Jawa Timur sudah
mencapai 51 ribu perkara. Berapa ya di akhir tahun....
Sedangkan
peringkat ke dua di isi Provinsi Jawa Tengah. Angka perceraian pada 2013 ada
68.202 kemudian 2014 mengalami kenaikan 70.037 perkara, di 2015 sendiri 71.774
dan hingga September 2016 baru berjumlah 40.850 perkara.
Jawa Barat
sendiri menempati urutan ke tiga sebagai angka perceraian tertinggi. 62.184
kasus terjadi pada 2013. Di 2014 naik signifikan menjadi 67.129 perkara. Di 2015
kembali mengalami kenaikan 70.519 perkara. Nah, September 2016 lalu mencapai
39.350 perkara. Masih membayangkan berapa angka di penghujung tahun...
Daerahmu yang
mana guys....
Oke berlanjut
pada pembahasan kenapa angka perceraian di Indonesia menjadi tertinggi, dan
kenapa ada perceraian terjadi? Pada tahun 2010 berdasarkan BKKBN pada tahun
2013 lalu, dari sumbernya “Angka Perceraian di Indonesia Tertinggi di
Asia-Pasifik”. Di sebutkan pada 2010 tersebut 70% terjadi cerai gugat istri
dengan alasan ketidakharmonisan.
Kenapa kok
tinggi sampai 70% cerai gugatya? Nah, kenapa perceraian di dominasi cerai
gugat, itu tak lain juga pengaruh dari faktor ekonomi yang menjadi alasan utama
pihak istri menggugat cerai suami.
Yah,
biasanya sih biaya nge-MALL nggak terpenuhi, belum lagi SPA, Salon, Nongki asik
dengan ibu-ibu arisan dan lingkungan sekitar yang harus mendukung hidup mewah,
ternyata penghasilan suami di rasa tidak cukup, padahal yang dilakukan istri
juga nggak salah loh, dia kan berusaha selalu ingin tampil cantik dan terlihat
awet muda.
Eits, kok
jadi sudut pandang laki-laki. Nah, bisa jadi juga karena si lelaki tidak mau
berjuang menghidupkan rumah tangganya. Misalkan, tidak punya pekerjaan, tidak
bisa lagi menafkahkan istri dan anaknya, tidak mau berjuang dan bekerja keras
menghidupi keluarganya, dan faktor lainnya.
Tapi ya
pastinya begitu mengerikan jika terjadi perubahan gaya hidup ya. Faktor ekonomi
memang kerap menjadi kambing hitam. Pada dasarnya bukan isteri yang harus
menghidupi anak dan sumia, tapi jelas, suami yang harus menghidupi anak dan istri.
Inilah komitmen tanggungjawab yang harus dikerjakan laki-laki.
“Perempuan itu
tulang rusuk laki-laki, bukan tulang punggung laki-laki.”
Sampai di
situ, sudah finishya. Nah, saya mau ke yang lain nih. Karena rata0rata kasus
perceraian juga karena terjadinya pernikahan “kecelakaan”. Iya itu loh yang
belum waktunya menikah tapi terpaksa menikah.
Biasanya terjadi
pada anak di bawah umur. Lalu, anak sekolah, dan mahasiswi, ataupun yang
lainnya karena hamil di luar nikah. Hmm... jangan begitu ya guys. Itu juga yang
mempengaruhi belum siapnya ekonomi keluarga. Wong, kecelakaan gimana mau
menyiapkannya.
Sebagai catatan:
perlu kita ingat juga, bahwa perceraian takkan ada yang bernuansa baik, pasti
akan ada dampak buruk. Terlebih pada psikologis diri dan dampak bagi anak-anak
yang tidak mendapatkan kasih sayang secara utuh dari kedua orang tua. Belum lagi
cemoohan dari luar keluarga.
Jadi begitulah
sahabat, semoga kita bisa menjadi orang-orang yang bersyukur dan bisa
menghindari sebuah perceraian. Dan dari tulisan ini semoga bisa berfikir jernih
apa yang harus dilakukan. Sedangkan yang belum menikah dapat memilih
pasangannya dengan baik tanpa harus memulainya dengan pacaran. Jika memang
sudah pacaran, semoga langgeng hingga pernikahan dan kakek nenek, bukan hanya
sekedar janji manis, yang sudah sepat dibuang ke orang lain. Hmmm... selamat
membaca...
2 komentar
Add komentarAku suka deh endingnya. Pesan ini mantap. Iya menikah itu kompleks, yang sederhana itu rumah makan padang. Banyak in deh bekal sebelum nikah
Replyrumah makan padang, cepat saji ya mbak.. kalau nggak ya sarden tinggal ngangetin he
ReplyBiasakan Tulis Komentar Usai Membaca