HUJAN DI TANJUNGKARANG
(1)
aku merasa seperti kesepian
suara sunyi menjadi teman yang
setia
tak ada kamu yang bermelodi
hanya ada derai hujan yang
terdengar ber irama jatuh pada genting rumah
(2)
semalam, seperti ada yang hilang
berharap hari esok bertemu kamu
pun seolah masih berbalut bimbang
seharusnya dari hujan semalam ini
kita bahas semuanya
tentang resah yang mengalir
seperti bersatu pada darah
tentang godaan sunyi yang
terkutuk
(3)
kursi yang ada di ruang tamuku menunggumu
mungkin sama; kursi diruang
tamumu menungguku
sementara hujan semalam
tak henti berkesudahan bermain
lagu sedih
mengejekku yang sendiri di dalam
kamar
menyerang jantung hingga sampai
ke usus-usus
karena dingin beku tetap
ditubuhku
penantian akan kedatangan
diwakili tangis langit yang menghitam
(4)
sungguh, harus aku akui jika
bersamamu itu menyenangkan
dan jauh dari dirimu itu
mengkhawatirkan
kenapa kamu harus pergi secepat
ini
tidak khawatirkah ombak di Bakauheni
menggulungmu mati
malam ini masih hujan badai
lalu, kau segera menjadi kenangan
atau aku yang terus berupaya
mengejarmu
lalu aku mati kesambar petir
hujan di Tanjungkarang ini bukan
perihal kematian
tapi bersabarlah
hari esok kamu masih bisa pergi
tidak harus malam ini
pertengkaran kita belum damai
jika dipaksakan melaju aku
khawatir menjadi beban pikiran selama di jalan
terlebih kita sudah sama-sama
tahu
waktu yang teramay jelas di jam
dinding rumahmu
menandakan matahari sudah mulai
tenggelam untuk malam.
2016
(5)
di saat bersama.
kau tak pernah memaksa perempuan
untuk mengambil sebuah keputusan
tapi kenapa malam ini kau justru
memaksakan diri untuk memutuskan
terlebih meninggalkan Lampung
kembali ke Jakarta sendiri
pertengakaran kita belum damai
sabarlah
izinkan aku menemui terlebih
dahulu
malam ini masih hujan badai
jika kau paksa pergi
jangan paksa aku untuk mengejar
aku bukan anjing yang kerap
mengejar orang-orang yang berlari
2016
Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca