kata yang kujadikan cerita
kata
yang kujadikan cerita
apakah kau masih ingat,
di Bandarlampung yang mesra
embun-embun pada dedaunan yang kerap
kita petik
dan senja yang kerap kita telanjangi;
kini kurangkai, kata yang kujadikan cerita.
bising jalanan yang kita lalui. apakah
kau masih ingat.
memanjakan tubuhmu pada punggungku
dan kau erat pada pinggangku
hingga dadaku sesak
dan kini,
semua itu kurangkai, kata yang kujadikan
cerita.
dan apakah kau juga masih ingat.
malam yang hampir saja membuat kita lupa
arah jalan pulang
atau gersang kandang yang kita kenang
kecup pada bibirmu pada kening yang masih
bening
kecup yang kini hilang, tapi masih ku
ingin
jika kau ingat, semua itu telah
kurangkai, kata demi kata yang kujadikan cerita.
28
Januari 2017
perkenalkan,
ini kekasihku “sepi”
hari ini, akan kukenalkan padamu, dan
ini untuk mempertegaskan aku tak sendiri pasca berpisah denganmu.
perkenalkan, ini kekasihku: sepi,
namanya. lalu, apa yang ingin kau tertawakan lagi. sudah cukup luka yang kau
beri.
hari-hari tak perlu lagi kudramatisir.
karena hari masih menjadi pena untukku tulis: dan sepi itulah kekasihku, dia
yang kerap kumesrakan bersama senja, dan bahkan embun pagi yang kerap memberiku
janji.
sekali lagi, kau tak peru menghina
setelah kau gores luka, tak ada lagi yang perlu kau tertawakan.
kenalkan, ini sepi, kekasihku.
30
Januari 2017
kekasihku,
sepi
setelah bunga-bunga layu
kepergianmu menjadi bisu
dan jadikanku sampan yang kerap digulung
ombak;
aku mencari jalan pulang meski harus
merangkak
aku mengarung. pada akhirnya memang
harus begini, bersama sepi
kondisi yang kuanggap sebagai kekasihku
karena puisi
kan kuantarkan, menjadi selimut pada
tubuhku sendiri
dan kau menjadi kenangan, pada bait yang
pernah kutuliskan
sebelum sepi menjadi kekasihku.
31
Januari 2016
Di Bawah Lampu Temaram
Bangku ini, kini sunyi.
Ia kini sepi penghuni. Selepas perpisahan kita yang berteman taman basah karena
gerimis. Di bawah lampu yang hanya ada satu berdiri di sisi kirimu.
Taman-taman yang tak
lagi berkawan. Karena dihampiri kembali saat rindu menyiksa itu seperti benalu.
Tak manis seperti dulu, tak ada bunga-bunga yang pernah kupetikan satu untukmu.
Hanya ada ranting kesedihan: karena mengingat kebersamaan yang telah pergi itu
menyiksa.
Dan kita biarkan kursi
yang kerap kita singgahi itu menua. Menjadi renta karena kesendirian. Basah dan
mengering tanpa hadir kita. Seperti kejadian sebelum kita saling mengenal.
Mereka kembali seperti
yang lalu, tanpa kita.
kelak
(1)
Kita adalah sebuah ruang
dari suatu waktu. Maka kesepian akan segera sirna karena kehadiran dan saling
sapa. Maka temu akan disegerakan, setelah berkilometer menjadi jarak. Dan kita
menjadi ruang-ruang yang akan tampak padat dengan ribuan pertanyaan dan
jawaban.
Kelak, kita akan
mengulangnya. Setiap pertanyaan yang sudah ditanyakan; dan membedakan jawaban
yang sudah pernah terjawab.
Kelak, kita akan
mengulangnya. Setiap rindu yang akan kembali pada tempat yang pernah dilalui
bersama. Sekedar mengulang bersama angin-angin. Dan sekedar mengulas cerita
yang turun bersama daun gugur.
Kelak, kita akan
mengulangnya. Menjadikan sepi itu senyum pertemuan. Meski hanya sekedar
mengingat dan berada pada batas rindu.
(2)
Kita akan kembali ke
Lampung. Di tempat ini mengulang rindu. Menyaksikan sirkus. Dan kau
memberikanku minuman susu. Katamu: agar aku tak terlalu dahaga, dan tubuhku
sehat selalu. Sampai akhirnya kau juga berkata: aku bisa selalu menjagamu.
Bandung, 2016
Ketika Tubuh Sebatas Bayang
Jari-jari menari
diperbatasan senja.
Menikmati rayu malam
untuk kita berkunjung.
Melalui desir angin yang
mencumbu mesra.
Dan kita larut pada
kalimat ketiadaan.
Malam-malam sunyi itu
pun bergeriliya, ketika jemari yang menari sebelumnya menjadi bibir amarah,
duka menjadi kisah.
Dan akan ada waktu untuk
kembali mengingat. Tentang senja, yang dirayu malam, untuk kita sama-sama
tenggelam.
Kutitipkan, kemesraan
pada lampu-lampu yang temaram hidup menerangi jalan malam. Pada langkah kaki
yang beradu dengan kendara bising kota. Di peraduan aku mengukir namamu pada
bintangnya.
Gelap pada tubuhku, tak
lantas menjadi duka cita pada hidupmu. Karena esok selepas kepergian, terang
dan kesetiaan menjadi kawan. Percayalah, setelah kepergian akan datang masa
kita akan bahagia. Meski kita tak harus bersama.
Pulau Pasaran, November 2016
JARAK
Derai hujan bisa saja menghapus
namamu yang kutulis pada tumpukan debu
tapi tidak pernah bisa
menghapusnya pada jiwaku yang masih selalu berharap denganmu
Sederas hujan kemarin
sore, kita dalam kesendirian masing-masing,
melipat harap
meluruskan niat
kita seperti ini
agar tak tersesat
pada cinta sesaat
Dan hujan kemarin sore,
menciptakan jarak.
Tegineneng, Desember 2016
Suatu hari,
ada tubuhku yang tak
lagi berbentuk puisi,
rapuh,
hingga bahkan tak dapat
lagi kau lihat dengan jelas,
tak ada keindahan
seperti sebelum kau tuangkan racun asmara
1
Januari 2017
Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca