LAPORAN FIELD TRIP DI FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS PADJAJARAN DAN PEMASARAN KELINCI DI ASPE RABBIT
LAPORAN FIELD
TRIP DI FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS PADJAJARAN DAN PEMASARAN KELINCI
DI ASPE RABBIT
(Laporan Kelompok IV)
YOGA PRATAMA (15512006P)
WAHYU SETIAWAN (13512002P)
VIANURI KHURON MUHAJALIN (165110005)
YUWONO ARDI (165110010)
MIFTAH NUR RAHMAN (165110011)
EDI SUTRISNO (165110009)
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS TULANG BAWANG LAMPUNG
2016/2017
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
1.1
Field
Trip
Field
trip merupakan suatu istilah dari studi lapangan yang
dilakukan oleh para siswa, ataupun mahasiswa untuk belajar dan melakukan trip
atau objek tertentu di luar sekolah ataupun kampusnya.
Bahkan, beberapa
Perguruan Tinggi (PT) telah menjadikan field
trip menjadi salah satu mata kuliah yang wajib diikuti oleh mahasiswa/i-nya.
Bahkan, field trip memiliki bobot
nilai.
Maka dalam hal ini,
Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Tulangbawang (UTB) Lampung
melakukan field trip pada 15 – 19 Januari 2017 di Bandung, Jawa Barat.
Dalam hal ini, penyusun
merupakan kelompok 4 yang dimintai untuk melaporkan hasil kunjungan di Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran (UNPAD) Jawa Barat dan Pemasaran Kelinci Pada
Peternakan Asep Rabbit, Bandung.
1.2
Tujuan
Field Trip
Tujuan field trip selain sebagai pemenuhan nilai mata kuliah juga
bertujuan sebagai penambah wawasan ilmu peternakan. Selain itu, dalam kunjungan
ke Fakultas Peternakan UNPAD, UTB Lampung dalam hal ini Jurusan Peternakan,
menjalin kerjasama akademik bagi lulusan yang ingin melanjutkan S2 di UNPAD.
1.3
Waktu dan
Tempat Field Trip
Sekitar 40 rombongan
dari Peternakan UTB di Bandung selama kurang lebih 5 hari (15-19 Januari 2017)
sejak keberangkatan hingga kembali ke Lampung.
Adapun kunjungan yang
telah berlangsung: Universitas Padjajaran di Fakultas Peternakan, BPT-HMT
Cikole Lembang, BIB (Balai Inseminasi Buatan) Lembang, Asep Rabbit, dan
ekowisata di peternakan sapi perah Kampung Areng, Lembang.
II.
HASIL
KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
2.1
Kunjungan di
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung
Selama field trip yang berlangsung di Fapet Unpad, kunjungan lebih banyak
berdiskusi dan melihat kondisi laboratorium yang dimiliki. Adapun dalam catatan
kami tentang kunjungan di Fapet Unpad adalah sebagai berikut:
Berdasarkan
penjelasan yang telah dipaparkan oleh pihak Fapet Unpad, Fakultas Peternakan
(Fapet) Universitas Padjadjaran berdiri pada tahun 1963 yang dirintis oleh
Prof. Dr. Didi Atmadilaga berdasarkan SK Menteri PTIP No.86/63 Tanggal 27
Juli 1963 dan diresmikan pada Tanggal 1 September 1963.
Pada awal masa
berdiri, proses belajar mengajar dilaksanakan di Kampus Unpad yang terletak di
Jl. Dipati Ukur 35, Jl. Dago No 4, dan Singa Perbangsa Bandung. Selanjutnya
sejak tahun 1969, segala aktivitas akademik dan administratif dilaksanakan
secara terpusat di Kampus Fapet Unpad di Jl. Bukit Dago Utara atau yang lebih
dikenal dengan kawasan Dago Tea House Bandung. Mulai Tahun 1986, Fapet Unpad
menjadi salah satu perintis yang menempati kampus Unpad di kawasan Jatinangor
Kabupaten Sumedang.
Adapun program studi
yang dilaksanakan di Peternakan Unpad yakni, Sarjana, Pascasarjana, dan Doktor.
Untuk program sarjana (S-1) Ilmu
Peternakan. Untuk pascasarjana Magister (S-2), yakni, Magister
Peternakan: -Konsentrasi Nutrisi Ternak, -Konsentrasi Produk Ternak, -Konsentrasi
Ilmu Pemuliaan dan Reproduksi Ternak. Lalu, untuk program Doktor (S-3) Peternakan.
Fapet Unpad sendiri
memiliki fasilitas laboratorium yang cukup banyak, dari Lab. Pendidikan, Lab.
Akademik, Lab. Riset dan Uji, hingga Lab. Lapangan. Selain itu, mahasiswa
peternakan Unpad juga difasilitasi perkandangan, dari kandang sapi potong,
perah, kelinci, kambing, hingga domba.
Lulusan Fapet Unpad
diarahkan menjadi seorang manager, seorang yang punya ketrampilan khusus, dan
entrpreneur. Data penerimaan mahasiswa untuk program S-1 pada 2017 ini mencapai
393 orang, S-2 15 orang, dan S-3 8 orang. Hal ini juga berbanding lurus dengan
fasilitas beasiswa yang disediakan, dari DIKTI sampai dengan Pemda Jawa Barat
dan beberapa bank yang menjadi opemberi program beasiswa.
Sampai saat ini,
jumlah alumni yang dihasilkan, 5.391 (S-1), 126 (S-2), dan 62 (S-3). Tak hanya
itu, Fapet Unpad juga telah meluluskan 961 dengan gelar ahli madya (A.md).
Dalam hal kerjasama UTB dengan Fapet Unpad pun terbuka. Jika ada mahasiswa/i
yang ingin melanjutkan ke Unpad.
Adapun catatan lain,
mengenai laboratorium yang dimiliki oleh Fapet Unpad, yakni;
a.
Lab. Ternak Perah
Di Lab. Ternak perahinilah
dilakukannya uji normal dan kualitas susu. Uji yang berlangsung adalah uji yang
paling dasar untuk mahasiswa. Untuk uji yang lebih lengkap biasanya dilakukan
ditempat PKL.
b.
Lab. Ternak Unggas
Di laboratorium ini dilakukan
kegiatan management ternak unggas, teknologi penetasan, dan produksi ternak
unggas. Di dalam laboratorium ini banyak karya mahasiswa/i dari telah berhasil
dibuat digital elektronik penetasan bermuatan 500 butir telur hinggu di atas
seribu butir. Jadi mahasiswa juga diajarkan mendesain mesin tetas dan menguji
mesin tetas yang telah dibuatnya.
c.
Lab. Ternak Potong
Untuk praktikum ternak potong,
seperti sapi dan ternak potong ruminansia lainnya.
Selain itu, masih banyak
laboratorium yang dimiliki lainnya, sebagai penunjang akademik yang berlangsung
di Fakultas Peternakan Unpad.
2.2
Sistem
Pemasaran Kelinci Pada Peternakan Asep Rabit Bandung
Asep Sutisna (60) atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Asep Rabbit memang sudah tidak asing lagi dikalangan
penghobi kelinci, para mahasiswa peternakan yang ada di Indonesia. Terlebih,
masyarakat Lembang, Bandung, Jawa Barat.
Tangan dingin Asep, kini terus
membuatnya menjadi rujukan para penyuka hewan yang identik dengan sayuran
wortel tersebut. Bahkan, kini, dirinya dan usahanya, yakni breeding atau
pembibitan kelinci yang berkualitas di Jl. Raya Lembang No. 119, tepatnya di
Kp. Babakan Laksana, RT 4 RW 7, Desa Gedong Kahuripan,
Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat menjadi rujukan jurusan peternakan di seluruh
perguruan tinggi di Indonesia.
Asep yang semual
berprofesi sebagai fotografer di studio kecil yang tak jauh dari kandang
kelincinya ini pun mengakui secara kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan
memulai usaha kelinci. Karena memang dia tidak memiliki pendidikan di bidang
peternakan, dan bahkan tidak memiliki pengalaman dalam beternak kelinci.
Menurutnya, keterpikatan
pada kelinci bermula dari sang anak yang menyukai dan memelihara. Anaknya
tersebut yang memulai memelihara sebanyak lima ekor. Kemudian, cerita Asep,
kelinci anaknya tersebut yang berawal lima terus bertambah karena beranak.
Sampai pada akhirnya ia menjual kelinci-kelinci tersebut dan membeli kembali
sepasang kelinci lainnya.
Karena bisnis ternak
kelinci tersebut dianggapnya punya potensi besar dengan melihat potensi masyarakat
di sekitar rumahnya yang mayoritas petani, sehingga tidak terlalu sulit dalam
memenuhi kebutuhan makanan kelinci, ia pun tertarik untuk menseriuskan usaha
budidaya kelinci-kelinci tersebut pada tahun 1990. Maka, empat tahun setelahnya
ia gantungkan kamera yang saat itu sebagai mata pencaharian. Asep pun menjelma
menjadi pembudidaya kelinci yang hingga saat ini namanya sudah dikenal di
mana-mana, bahkan kelincinya sudah di manca negara.
Tahun 1992 sampai 1994 Asep melakukan impor besar-besaran
dari Amerika lalu dikembangkan sampai banyak. Kurang lebih ada 15 ras kelinci
yang datang ke Indonesia, namun seiring waktu yang ramai di Indonesia
hanya 5 sampai 6 ras, seperti Lop, Holland Lop, Angora, Rex, Lyon, dan
semacamnya.
Kandang miliknya tersebut pada awalnya hanya bisa masuk
25 sampai 50 ekor. Seiring berkembangnya usaha Asep, lahan ternak pindah
menggunakan lahan hak guna pakai di samping rumahnya dan sudah pernah
menghasilkan lebih dari 2.000 ekor kelinci.
Kenapa ia serius dengan usaha kelinci, ini karena metode
pemasarannya berhasil ia matangkan. Pada awalnya ia berpikir dengan
membandingkan banyak dagingnya satu ekor sapi itu sama dengan tiga ekor kelinci
pedaging. Modal yang dikeluarkan untuk sapi pun lebih besar, seperti sapi perah
membutuhkan modal sekitar Rp14 juta rupiah dengan penghasilan antara Rp450.000
per bulan, ditambah lagi kerja yang tiada henti.
Sedangkan jenis kelinci pedaging lokal dengan modal yang
sama bisa mendapatkan sebanyak 140 ekor, dalam satu bulan semua berkembangbiak
rata-rata 5 ekor setiap kelinci. Dalam dua bulan bisa menghasilkan sekitar 700
ekor kelinci, jika dipanen secara murah dengan harga Rp20.000 per ekor,
penghasilan yang didapat bisa melebihi pendapatan setiap bulan ternak hewan
lain.
Kelinci impor pun ia beli dengan harga Rp4,5 juta rupiah,
dalam tiga bulan rata-rata beranak 4 ekor. Harga jual anak kelinci impor
sekitar Rp2,3 juta, menjual empat ekor anak kelinci impor saja bisa mendapatkan
Rp10 juta rupiah.
Menurutnya, dalam analisa berdagang, beternak kelinci itu
seperti ternak uang. Kenapa demikian? Asalkan kembalinya modal tidak terlalu
susah, namun hasil yang didapat melimpah. Nah, analisa ini menurutnya harus
sesuai. Dalam artian sesuai adalah mampu atau menguasai cara beternak yang
benar. Sebab, kelinci itu makhluk hidup.
Sampai saat ini dalam per bulan Asep sendiri bisa
mengeluarkan kelinci hasil pembibitannya baik di dalam negeri maupun ke luar
negeri. Seperti ke Thailand, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara lainnya.
Kenapa negara tersebut memilih Indonesia, dan tidak ke negara asal, hal ini
lantaran, kelinci yang dibudidayakan di Indonesia dikenal lebih mudah
beradaptasi dengan kondisi di negara-negara pemesan tersebut. Sehingga, kelinci
dari Indonesia masih menjadi pilihan.
Kebanyakan, kelinci yang keluar dari pembibitannya
sekarang adalah kelinci hias. Bahkan, Asep kerap kehabisan, untuk itu ia juga
memberdayakan kelompok peternak dengan anggota 200 peternak.
Adapun kelinci yang paling dilirik, dijelaskannya, dari
Newzeland, Anggora, California, Dutch, Rex Amerika, dan jenis lainnya. Harga
kelinci tersebut jika impor mencapai Rp2,3 juta untuk anakan, pada tataran
lokal dan tergantung dengan jenis yang paling murah bisa didapat dengan harga
Rp350 ribu. Bahkan, ada yang Rp50 ribu.
Untuk kelinci potong, Asep menjual per kg, harganya
sendiri Rp35-50 ribu kg/hidup. Sedangkan untuk bibit kelinci potong, indukannya
dijual dengan harga Rp300ribu/ekor umur 4 bulan dengan bobot 2,2-2,6 kg. Jenis
kelinci potong adalah hasil persilangan antara kelinci Perancis dan lokal.
Dalam tataran ini pun, setiap harinya, Asep mengirimkan kelinci-kelinci pada
peternakan dan kelompoknya setiap hari ke Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan
Bekasi rata-rata 800 ekor kelinci. Lalu, ke Malaysia dan Arab Saudi selama satu
bulan 2 kali, lebih dari 5.000 ekor, bahkan bisa mencapai 8.000 ekor untuk
kebutuhan kelinci potong konsumsi.
Jika disamaratakan, dalam sebulan Asep Rabbit dan
kelompok peternak kelincinya bisa mengeluarkan sebanyak Rp25 ribu kelinci untuk
dijual ke berbagai daerah. Jadi, dalam per bulan atau per 30 harinya, mereka
bisa menjual 833 kelinci dengan harga rata-rata Rp350 ribu. Sehingga, dalam
satu hari ia dan para peternak lain dalam hitungan pendapatan kotornya mencapai
Rp291.550.000.-
Sementara, yang dipasarkan Asep tidak hanya kelinci. Ia
juga, menjual berbagai pakan dan buku-buku tentang ternak kelinci. Bahkan, Asep
Rabbit Project pun membuka lowongan bagi siswa magang dan yang ingin belajar
seputar ternak kelinci. Pelatihan yang diajarkan seperti pengolahan limbah
kelinci, pembuatan pakan, dan lain-lain. Bagi Siswa magang disediakan dua kamar
disamping rumah Asep dan hanya dikenakan biaya Rp150.000 untuk perawatan pondok
kelinci saja, untuk pelatihannya tidak dipungut rupiah sepeser pun.
Asep menambahkan, banyak sekali para petani yang
membutuhkan limbah kelinci karena dapat juga dimanfaatkan untuk pertanian.
Seperti urin kelinci yang dihargai sampai Rp10.000 per liternya, biasanya
paling banyak digunakan oleh petani buah naga.
III.
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Pada field trip yang
dilaksanakan Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Tulangbawang
Lampung ini dapat kami simpulkan adalah masih terbuka luasnya potensi
peternakan yang masih bisa dieskpose dan digali oleh mahasiswa,.
Jika, ada mahasiswa
peternakan UTB yang berminat melanjutkan S2 dan S3 bisa ke Unpad yang sudah
membuka diri, yang pastinya melalui proses seleksi.
Selain itu yang menarik
adalah, dan yang harus kami akui bahkan, potensi di usaha budidaya ataupun
dibidang kuliner kelinci di Indonesia masih bisa ditingkatkan. Selama ini,
memakan daging kelinci amatlah tabu dan menggelikan. Namun, di luar Lampung
sudah menjadi makanan yang mudah ditemui.
Bisnis yang dijalankan
oleh Asep pun tampak menggiurkan jika memang kalkulasi yang kami lakukan tepat
sasaran. Pasalnya, dalam perkiaraan Asep pun hitungan yang ia peroleh sekitaran
itu dalam per bulan, bahkan per harinya untuk seluruh peternak yang ada dibawah
naungan Asep Sutisna tersebut.
Yang kami garisbawahi adalah,
usaha untuk pengembangan budidaya beternak kelinci pada masyarakat masih bisa
ditingkatkan. Hal tersebut juga yang diamini Asep selaku peternak kelinci yang
bisa disebut sukses dibidangnya.
Lampiran
Foto bersama jajaran dosen Fapet UTB dan
Unpad di aula Fapet Unpad
Diskusi berlangsung di lab.
Kelompok 4 foto bersama dengan Asep
Sutisna si owner Asep Rabbit
Kondisi kandang asep rabbit
Biasakan Tulis Komentar Usai Membaca